Saturday, May 21, 2011

Soeharto: Kesadaran Sejarah yang Memperkuat Kekuasaannya

Jumat, 20 Mei 2011. Setelah mengikuti dua sesi diskusi di ruangan sejuk sekretariat Bemj Sejarah dengan salah satu acaranya adalah bedah buku: Konflik, Manipulasi dan Kebangkrutan Orde Baru karangan Eep Saefulloh Fatah, dapat disimpulkan beberapa hal yang akan saya bagi disini.

Buku tersebut mencoba merekonstruksi konflik politik yang terjadi selama masa Orde Baru dengan tiga peristiwa yakni peristiwa Malari 1974, Petisi 50 tahun 1980, serta Kerusuhan Tanjung Priok Tahun 1984. Untuk meredam segala konflik politik yang terjadi serta dalam rangka mengamankan pembangunan, yang sangat digencarkan oleh Presiden Soeharto pada saat itu, maka atas nama stabilitas politik otokratis dan ekonomi pragmatis dipraktekkanlah sebuah manajemen konflik. Dalam ketiga kasus tersebut, yang menjadi formula utama dalam manajemen konflik rezim Orde Baru adalah represi dan manipulasi.

Eep Saefulloh Fatah dalam buku ini mencoba menggambarkan bagaimana Orde Baru memenjarakan aktivis-aktivis mahasiswa yang terlibat dalam peristiwa Malari 1974 dan Tanjung Priok 1980, serta bagaimana terjadinya pelumpuhan politik, bisnis, dan karir orang-orang yang ikut berkontribusi dalam Petisi 50. Represi dan manipulasi yang dijalankan secara apik dengan dukungan biaya yang juga tidak sedikit ternyata malah membawa Orde Baru pada fase kebangkrutannya.

Terlepas dari seluruh keadaan yang jauh dari nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada masa pemerintahan Sang Jenderal Besar tersebut, saya ingin mengungkap beberapa hal penting yang bisa dicermati dari era pemerintahannya.

Pertama, beliau menyadari fungsi penting militer sebagai pelindung negara. Bersatunya mahasiswa dan militer pada tahun 1966 ternyata dapat menjatuhkan tahta Ir. Soekarno, seorang Pemimpin Besar Revolusi, penggagas ide Demokrasi Terpimpin yang masa jabatannya hanya akan berakhir ketika kematian menghampirinya, bisa dikalahkan oleh persatuan mahasiswa dan militer. Peran Soeharto sebagai Panglima Angkatan Darat, memuluskan jalannya untuk menyatukan pihak ABRI dengan pemerintah. Ketika Pemerintah sudah bersatu dengan militer, niscaya sulit untuk diruntuhkan.

Kedua, Soeharto dengan gagasan pembangunannya juga berhasil menarik para pengusaha untuk bergantung pada pemerintah. Jadi pada saat itu, apabila para pengusaha ingin bisnisnya lancar maka dekati pemerintah. Bukan seperti yang terjadi hari ini, peran pengusaha berbalik terhadap pemerintah. Pemerintah seperti orang bodoh yang mengangguk-angguk saja pada pemilik modal. Modal berkuasa, kapitalisme makin gencar, kesejahteraan rakyat? Makin menjadi impian..

Ketiga, politik stabilitas berhasil membuat rakyat tidak sadar akan kebobrokan negaranya. Di masa 32 tahun kepemipinannya, beliau memprioritaskan "kenyangnya" perut rakyat. Ketika kebutuhan pangan terpenuhi, maka rakyat cenderung merasa aman, stabil, dan harusnya mereka beralih ke arah yang lebih jauh yaitu memikirkan negara. Namun, yang terjadi justru sebaliknya seluruh rakyat mempercayakan urusan negara sepenuhnya kepada pemerintah. Karena apa?

Keempat, pendapat ini menjawab pertanyaan di atas. Rezim Orde Baru salah satu kesuksesannya adalah berhasil membuktikan bahwa pemerintahlah yang berkuasa atas negara ini. Pemerintah bagaikan macan yang dapat menunjukkan taring-taringnya dalam menyelesaikan seluruh persoalan negara.

Banyak yang bisa dipelajari pemerintah sekarang dari Orde Baru. Bukan dari sisi penyelewengannya, namun yang terpenting adalah manajemen negara yang dapat membuktikan peran serta kekuatan pemerintah. Niscaya, apabila pemerintah terus saja tidak berwibawa akan terjadi banyak pemberontakan dan ketidakstabilan di negeri ini.

Kurnia Yunita Rahayu

No comments:

Post a Comment