Secara prosedural proyek pengadaan alat penunjang laboratorium berjalan lancar. Mencari aman semua pihak lempar tanggung jawab.
Beberapa kali dihubungi DIDAKTIKA ketua panitia lelang Tri Mulyono benar-benar ogah memberikan komentar, apalagi penjelasan soal proses pelaksanaan proyek pengadaan alat penunjang laboratorium. Ia bersi keras menjelaskan, posisi yang disandang sekadar sebagai pelaksana teknis. Sehingga urusan mark up anggaran semestinya dijelaskan oleh rektor sebagai pembuat kebijakan.
Bagi Tri Mulyono ada pihak lain yang harusnya lebih bertanggung jawab perihal tuduhan ini. “Saya tidak menunjuk secara personal, tapi setidaknya secara kelembagaan, Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum yang bertanggung jawab penuh soal proyek,” tegasnya.
Tuntutan tersebut diperkuat oleh kepala Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi Syachrian. “Setahu saya, (Pembantu Rektor II Bidang Administrasi Umum) Pak Suryadi memang yang tanda tangan proyek, lalu Tri Mulyono itu meneruskan pengerjaannya,” kata lelaki lulusan IKIP Jakarta Jurusan Matematika ini.
Sedang Pembantu Rektor II Suryadi, tidak bisa memberi penjelasan atas indikasi keterlibatannya. “Kita lihat saja nanti, karena belum tentu juga,” katanya sambil menjanjikan pertemuan di lain waktu.
Rektor Bedjo sendiri santai menanggapi pertanyaan yang sama. Baginya secara kelembagaan, memang benar ia harus bertanggung jawab. Tetapi dalam proses penyelidikan, tentu akan ditemukan dimana letak penyimpangan terjadi.
Soal teknis, Tri Mulyono beserta keempat orang panitia lelang lainnya sudah melaksanakan seluruh prosedur proyek sesuai Perpres No. 80 Tahun 2003. “Mulai dari pemberitahuan lelang proyek di koran nasional hingga media online sudah dilaksanakan,” ujar Sekretaris Panitia Lelang Ifaturohiah Yusuf.
Rahim proses tersebut melahirkan PT Marell Mandiri sebagai pemenangnya. Ifath sapaan akrab sekretaris panitia lelang, punya alasan kuat atas keputusan timnya. PT Marell Mandiri menang karena punya penawaran harga yang paling murah dan kredibel secara dokumen.
Ditambah tidak ada protes dari perusahaan peserta lelang lainnya menyangkut kemenangan PT Marell Mandiri. Padahal, mereka punya masa sanggah selama tujuh hari untuk mengkritik ketidaksesuaian. “Buktinya nggak ada perusahaan lain yang menyanggah kan?” seloroh Ifath.
Di lain kesempatan sumber DIDAKTIKA yang sering menangani proyek pengadaan barang dan jasa di kampus berujar soal kerjasama perusahaan peserta lelang di belakang panitia. Perusahaan yang berniat memenangkan lelang biasa membagikan fee kepada peserta-peserta lain. “Jadi peserta lain nggak akan protes, karena sebelumnya sudah ada perjanjian pembagian fee,” tegasnya.
Mengenai data penawaran terkait perusahaan peserta tender, Ifath mengaku sudah tidak menyimpannya, dan sudah diserahkan ke (BAPSI). Namun, hal ini segera dibantah Kepala BAPSI Syachrian, “BAPSI hanya menyimpan dokumen anggaran yang bersumber dari PNBP,” tampiknya.
Ketiadaan data menjadi salah satu alasan bagi Tri Mulyono untuk bungkam. Baginya, sudah tidak ada yang bisa dibicarakan tanpa ada data-data terkait proyek. Lelaki berjanggut tebal ini menjelaskan semua dokumen sudah disita oleh Kejaksaan Agung, “saya mau bicara apa, dokumen saja sudah tidak ada.”
Sementara itu, PT Marell Mandiri sebagai pemenang, di tengah pelaksanaan proyek melakukan pemindahtanganan kerja kepada PT Anugerah Perkasa. Perusahaan yang masih satu konsorsium di bawah Grup Permai milik Nazaruddin. Namun, ihwal pemindahan kerja ini panitia lelang mengaku tidak mengetahuinya. “Bagaimana mau mengawasi kalau mereka kesini atas nama PT Marell Mandiri?” Ifath memprotes.
Sikap yang sama sudah jauh-jauh hari diambil oleh Rektor Bedjo Sujanto sebagai orang yang membentuk panitia lelang. Buatnya, tender sudah dibuka untuk umum dan perusahaan manapun bisa mengikutinya. Tetapi soal pengerjaan secara teknis, ia tidak bisa mengintervensi apalagi soal pemindahtanganan kerja. “Itu urusan perusahaan, sudah bukan urusan UNJ,” kata Bedjo pada Deklarasi Hari Anti Korupsi (9/12/11).
Eksistensi perusahaan pemenang dititik beratkan pada keabsahan dan kelengkapan dokumen. Sehingga tidak ada kecurigaan bahwa perusahan tersebut hanyalah fiktif. Padahal, dalam pemberitaan di media nasional, ditemukan lebih dari satu perusahaan palsu milik Nazaruddin. Secara administratif punya dokumen lengkap, tetapi bentuk nyata perusahaan tidak ada.
Ketika dikonfirmasi mengenai hal ini, Ifath mengaku bahwa ia tidak tahu-menahu apabila memang PT Marell Mandiri adalah perusahaan fiktif. “Yang penting dokumennya lengkap, barang yang menjadi materi proyek ada, selesai kan?” sergahnya.
Mengalir ke Lima Fakultas
Dalam proyek ini, pengajuan barang harus dilakukan dalam waktu singkat. Karena dananya yang bersumber dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) digelontor DIKTI pada akhir tahun.
Berdasar penelusuran DIDAKTIKA dana ini mengalir ke lima Fakultas, yakni Fakultas Teknik (FT), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Ekonomi (FE), dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK).
“Saya memang lupa fakultas apa saja yang dapat, tapi yang pasti paling banyak itu FT dan FMIPA.” Cerita Ifath. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kabag Tata Usaha FT Churiatun Naimah, “semua jurusan di FT dapat kok.” Dekan FIP Karnadi ikut membenarkan soal aliran barang dari proyek itu ke fakultasnya. “Kami (FIP) dapat komputer, lengkapnya bisa dicek di Kabag TU kok,” pungkasnya.
Sarana Penunjang Laboratorium segera diberikan sebagaimana mestinya di lima fakultas tersebut. Namun, seiring dengan munculnya dugaan mark up pada proses pengadaannya, awal 2012 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyisir seluruh laboratorium yang ada di kampus.
Pola kerja yang diterapkan KPK kali ini tidak bersifat Top Down. “KPK datang langsung menemui kajur-kajur atau kepala lab, dan langsung ke laboratorium,” kata Churiatun Naimah.
Pemeriksaan KPK menunjukkan hasil bahwa semua barang sesuai dengan keterangan yang ada di dalam dokumen. PD II Fakultas Ekonomi (FE) Siti Zulaichati bercerita bahwa pemeriksaan dari KPK tetap tidak menunjukkan temuan kejanggalan meski sempat ada barang yang tidak sesuai pengajuan di FE. “Barang yang sudah tidak diproduksi di pabriknya diganti dengan barang yang kualitasnya sama, jadi kita terima saja,” akunya.
Kegiatan mark up logis terjadi meskipun bukti mikro di fakultas menunjukkan tidak ada kejanggalan. Meski fakultas diberi wewenang untuk menentukan spesifikasi serta jangkauan harga barang, adanya skenario penentuan perusahaan pemenang sekaligus nilai proyek, memunculkan potensi-potensi mark up anggaran.
Mulanya karena panitia lelang yang ditunjuk langsung oleh rektor. “Iya benar, kalau bukan saya siapa lagi yang bisa memilih mereka,” kata Rektor Bedjo. Sementara alasan pemilihannya Bedjo enggan menjelaskan. “Kami memang dibentuk dengan SK Rektor, mengenai alasan pemilihan dan orang-orang di belakangnya, kami tidak tahu,” sambut Ifath menanggapi pernyataan rektor.
Urusan memeriksa barang yang sudah dibeli oleh perusahaan pelaksana proyek jadi hajat panitia penerima dan pemeriksa barang. Tugasnya menimbang jumlah, merk, dan spesifikasi barang apakah sesuai dengan kontrak. “Soal harga itu terserah, bukan urusan panitia penerima barang,” ujar Kabag Perlengkapan FBS Sukirman memaparkan ranah kerja panitia penerima barang.
Kemudian setelah barang dikirim, dibuatlah berita acara tanda sah atas barang-barang yang dikirim. “Yang tanda tangan banyak, ada ketua, sekretaris, anggota,” lanjut Kirman. Dengan spesifikasi kerja seperti itu, maka indikasi mark up terjadi disini memang besar terjadi sebelum panitia proyek menjalankan kerjanya.
Kurnia Yunita Rahayu
Diterbitkan di Majalah Didaktika Edisi 42 2012 rubrik Kampusiana
No comments:
Post a Comment