Ia tampil bagai mesias yang
memberikan penyadaran bahwa pendidikan semestinya dapat mengakomodir potensi
dari tiap-tiap peserta didik, bukan malah menyeragamkan mereka.
Mike Wazowski,
seekor monster kecil hijau bermata satu. Tak seperti monster pada umumnya yang
punya bentuk fisik menakutkan, Mike justru terlihat lucu. Tubuh bulat dan kawat
yang memagari seluruh giginya, memperkuat kesan itu.
Meski
begitu, sejak kecil Mike sudah bercita-cita untuk menjadi seorang scarer. Baginya, hanya dengan menjadi scarer yang memiliki keahlian menakuti
manusia, maka seekor monster telah sampai pada hakikat kemonsterannya. Kemudian
bagaimana ia bisa menjadi seorang scarer?
Dalam dunia
monster, keahlian mesti dipelajari dalam sebuah institusi. Untuk itu, Mike Wazowski
tak ragu untuk mendaftarkan dirinya ke universitas. Ya, Monsters University.
Disanalah tempat berkumpul akademisi-akademisi monster yang tahu betul
bagaimana harus menciptakan para scarer.
Scarer yang mumpuni dalam bidangnya tentu
saja hidup dalam atmosfer akademik yang sempurna. Oleh karena itu, Monsters
University melengkapi kampusnya dengan sebuah asrama mahasiswa, perpustakaan, laboratorium,
beragam kegiatan ekstrakurikuler dan ruang terbuka yang menunjang kegiatan
selama 24 jam. Dengan komponen lingkungan tersebut, kampus mendukung para
monster untuk mengembangkan seluruh potensinya di universitas. Bukan saja lewat
penyediaan buku-buku yang menunjang tapi juga melalui interaksi sepanjang hari
dengan sesama mahasiswa.
Komponen
penunjang berikutnya adalah tenaga pengajar profesional. Dosen-dosen di
Monsters University mesti memenuhi kualifikasi akademik yang tinggi untuk
memenuhi tugasnya. Tercatat, seluruhnya sudah bergelar professor. Namun, bukan
sembarang gelar mereka dapat. Masing-masing punya catatan prestasi sebagai
bukti pengembangan keilmuannya. Misalnya saja, Dean Hardscrabble, Kepala
Program Menakuti di Monsters University, merupakan pemecah rekor menakuti di
dunia monster. Belum ada yang menandingi prestasinya, maka jabatannya pun tak
tergantikan.
Kemudian apa
yang dilakukan monster dosen profesional dengan para mahasiswanya di dalam
kelas? Ternyata mereka punya silabus dan kurikulum yang ketat. Menjadikan sosok
hebat mereka sebagai acuan. Akhirnya, para monster pun diajarkan bagaimana
menjadi Dean Hardscrabble. Menakuti dengan teori yang selalu digunakan Dean,
berekspresi sebagaimana bentuk tubuh Dean, serta berkegiatan sebagaimana telah
menjadi pengalaman Dean.
Seluruh
mahasiswa Monster University mengikuti pola belajar tersebut dengan baik. Tanpa
protes. Karena, pada akhirnya penentu hasil belajar mereka merupakan sebuah tes
yang didasarkan pada materi-materi tersebut. Maka, yang diperlukan mahasiswa
hanyalah mengikuti apa yang sudah diajarkan.
Mike Wazowski
merupakan satu yang paling serius dalam urusan belajar. Ia membaca habis seluruh
buku teks teori menakuti dan senantiasa mempraktikkannya di dalam kamar asrama.
Secara tertulis, hasilnya pun baik, ia selalu mendapat nilai tertinggi di
kelas. Mengalahkan teman-teman monster lainnya yang secara fisik, lebih punya
potensi untuk menakuti manusia ketimbang Mike.
Namun, bukan
penghargaan yang diterima Mike saat hasil belajarnya selalu sempurna. Ia justru
dikeluarkan oleh Dean Hardscrabble dengan alasan yang sulit diterima.
“Satu-satunya kekuranganmu adalah hal yang tak bisa dipelajari,” kata Dean pada
Mike. “Kau tidak menakutkan.”
Kisah Mike Wazowski
dan pendidikan di Monsters University memang hanya sebuah cerita dalam film Komedi
Animasi berjudul Monsters University keluaran Pixar (2013). Namun, film yang
disutradarai Don Scanlon ini merupakan kartun satir terhadap sistem pendidikan
dunia yang kini tidak memosisikan manusia sebagai inti kegiatannya. Hanya saja
dalam film ini, disimbolkan dengan para monster.
Nampak jelas
bahwa Mike Wazowski merupakan korban dari sistem pendidikan yang telah
menciptakan standar ajeg pada diri
monster sebagaimana sebuah barang. Karena orientasi pendidikan Monsters
University adalah untuk memenuhi kebutuhan industri monster. Universitas ini
merupakan penyedia utama tenaga pekerja di Monsters Inc.
Pekerjaan
paling bergengsi di Monsters Inc, yakni sebagai scarer diukur dari kemampuan monster menakuti manusia. Kemampuan
itu pun dinilai dengan sebuah tabung pengukur kekuatan menakuti. Skor tertinggi
dari tabung tersebut bergantung pada jerit manusia saat bertemu scarer. Sedangkan jerit manusia sendiri
ditentukan oleh seberapa besar dan menakutkan bentuk fisik monster, lengking
suaranya, intonasi, mimik wajah, serta ketepatan teori menakuti. Semuanya
terstandar, dalam nilai yang ajeg.
Hal ini
nampaknya memang sudah mengingkari jati diri para monster yang diciptakan
dengan karakter masing-masing yang unik. Namun, hal tersebut tidak berguna
dalam dunia berparadigma positivistik. Keunikan dan karakter tiap monster yang
sifatnya dinamis tidak diperhitungkan. Makanya, bagi mahasiswa Monsters
University berpikir untuk menjadi berbeda hanya membuang-buang waktu saja.
Pada
tingkatan selanjutnya, para monster justru takut untuk menjadi berbeda. Don
Carlton, Terry dan Terri, Art, serta Scott Squibbles merupakan contoh terbaik.
Lima monster yang tergabung dalam kelompok persaudaraan Oozma Kappa ini sama
sekali tidak punya bakat bawaan yang masuk dalam kategori meyeramkan. Maka
tidak heran, jika mereka tidak berani saat Mike Wazowski mengajaknya untuk ikut
kompetisi menakuti. Karakter penakut seperti ini memang merupakan idaman para
pemegang dominasi. Paling tidak, ketakutan untuk maju dalam kompetisi sebelum
menunjukkan kemampuannya, telah mengeliminasi lawan bagi para monster jagoan,
yang sudah bertahun-tahun menjadi scarer.
Menurut para
teoretisi kritis Mazhab Frankfurt, pola seperti itulah yang muncul apabila
paradigma positivistik terus berlangsung di dunia, termasuk pendidikan.
Paradigma yang menghilangkan seluruh elemen kemanusiaan yang tak punya nilai
ajeg, sangat rentan dimanfaatkan oleh kelompok dominan untuk mempertahankan
status quo. Sebab, pola pikir yang dikembangkan cenderung mengabaikan
relasi-relasi tersembunyi yang sebenarnya saling terkait dalam sebuah fenomena.
Akibatnya, terjadi penindasan secara struktural terhadap sebagian kelompok.
Akhirnya,
Mike Wazowski hadir sebagai simbol perlawanan terhadap paradigma positivistik
dalam dunia pendidikan. Ia bergabung dan menyadarkan Kelompok Persaudaraan
Oozma Kappa bahwa semua monster bisa berkembang dan menjadi scarer dengan caranya sendiri. Ia pun
melatih lima monster Oozma Kappa hingga menjadi para scarer dengan kemampuan menakuti yang luar biasa. Sangat inovatif
dengan mendasarkannya pada kemampuan masing-masing monster. Tidak berlebihan
jika dikatakan monster hijau bermata satu ini tampil bagai mesias yang
memberikan penyadaran bahwa pendidikan semestinya dapat mengakomodir potensi
dari tiap-tiap peserta didik, bukan malah menyeragamkan mereka.
Namun, sebagaimana
kisah hidup mesias-mesias dari beragam legenda dunia, Mike Wazowski juga mesti
mengalami kegetiran. Ia dikeluarkan dari Monsters University, justru karena
universitas tak bisa menerima dirinya sebagai entitas yang ‘berbeda’. Biar
begitu, usahanya untuk berpikir dan bertindak di luar konsensus masyarakat tak
pernah berhenti. Ia tetap belajar untuk menjadi scarer dengan caranya sendiri, dengan ukuran-ukuran sendiri.
Sekaligus menunjukkan bahwa upaya mendobrak sistem pendidikan yang sudah
terlalu lama mengakar dalam masyarakat, tidak bisa dilakukan dari dalam sistem
itu sendiri.
Kurnia Yunita Rahayu